Pada suatu ketika, sepulang saya dari solat berjamaah di masjid, saya mendengarkan percakapan yang sangat indah antara bapak dan anaknya. Keduanya berjalan terlebih dahulu daripada saya. Mmm…ya kira-kira 1 meter lah.
“Abi, tadi si fulan lagi sakit batuk”, kata si anak.
“Tapi katanya batuknya lama dan harus minum obatnya banyak bi”. Lanjut si anak.
“Inalillahi wa inailayhi rojiun, semoga si fulan cepet sembuh ya nak”, saut sang abi.
“Bi, kenapa si fulan harus minum obat banyak sih?, kan cuman batuk?” tanya si anak.
“Ooo, berarti si fulan ingin menunjukan keseriusan kepada Allah bahwa si fulan ingin disembuhkan dari batuknya”, jawab sang abi.
“Ooo, gitu ya Bi."
Mendengar percakapan tersebut, saya pun tersentak dan berfikir betapa tepat jawaban sang Abi kepada anaknya. Obat bukanlah sandaran suatu penyakit dapat disembuhkan, melaikan Allah lah yang Maha Penyembuh.
Obat adalah suatu perantara yang hanya diduga atau diperasangkakan secara scientific oleh manusia yang dapat membantu dalam hal penyembuhan suatu penyakit.
Manusia hanya mampu untuk mengamati dan mengkait-kaitkan beberapa fenomena disetiap tahapan suatu mekanisme obat. Para ilmuan akan meneliti dan menguji suatu senyawa, kemudian mencatat fenomena-fenomena yang terjadi disetiap pengujiannya. Setiap tahapan proses pengujian, akan menghasilkan suatu kesimpulan-kesimpulan sementara yang nantinya akan digabungkan menjadi satu kesimpulan tunggal yang menyatakan bahwa obat itulah yang berperan dalam suatu penyakit tertentu. Proses tersebut apa artinya?, coba kita renungkan lebih dalam.
Hal tersebut berartinya, manusia hanya mampu menerka potongan-potongan fenomena yang ada, tanpa melihat langsung proses suatu penyakit itu disembuhkan. Potongan-potongan scientific itulah yang kiranya InsyaAllah dinilai Allah sebagai ikhtiarnya manusia (scientist) didalam memohon untuk mencari pertolongan Allah didalam menyembuhkan suatu penyakit. Maka sangat masuk akal, ketika ada dua pasien, A & B, keduanya mengkonsumsi suatu obat, maka keduanya akan meraskan sembuh di waktu yang berbeda. Jika pola fikir kita bersandar pada “obat yang menyembuhkan pasien”, harusnya pasien A dan B sembuh di waktu dan jam yang sama. Adapun jawaban scientific yang membantah hal tersebut yaitu, kan kondisi tubuh A dan B berbeda, maka sangat masuk akal pula jika keduanya akan sembuh diwaktu yang berbeda.
"Namun Ingatkah kita, ketika kita merasakan sakit dan hanya perlu beristirahat?” dan "ingatlah pula ketika malam kita diperintahkan untuk beristirahat?”,
dibalik ketidak tahuan kita terkadang Allah melihat keikhlasan kita didalam menjalankan perintah-Nya. Maka sembuhlah penyakit kita.
Oleh sebab itulah, mari ubah pola fikir kita untuk menyandarkan bahwa Allah lah yang Maha Memiliki Hak untuk Menyembuhkan Suatu Penyakit, manusia mempunyai tugas berikhtiar dan mengharapkan ridho Allah agar mengabulkan perasangka baik kita kepada Allah.